BAB II MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
A. Manusia
Ada
empat unsur yang membangun manusia :
·
Jasad
adalah badan kasar manusia yang Nampak
pada luarnya , dapat di raba dan di foto , dan menempati ruang dan waktu ;
·
Hayat
adalah mengandung unsure hidup yang di tandai dengan gerak;
·
Ruh
adalah bimbingan dan pimpinan Tuhan , daya yang
bekerja secara spiritual dan memahami kebenaran ;
·
Nafs
adalah dalam pengertian diri atau keakuan , yaitu kesadaran tentang diri
sendiri .
Manusia sebagai satu kepribadian mengandung
tiga unsu :
·
ID adalah yang
merupakan kepribadian yang paling primitive dan yang paling tidak Nampak ;
·
EGO merupakan bagian
satu struktur kepribadian yang pertama kali yang di bedakan dari ID ;
·
SUPER EGO merupakan
struktur kepribadian yang paling akhir muncul kira-kira umur 5 tahun .
B. Hakekat manusia
1. Makhluk
ciptaan tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh
;
2. Makhluk
ciptaan tuhan yang sempurna , jika di
bandingkan dengan makhluk lainnya , misalnya :
ü
Perasaan intelektual
ü
Perasaan estetis
ü
Perasaan etis
ü Perasaan
Diri
ü Perasaan
Sosial
ü Perasaan
Religius
3. Mahluk
Biokultur, yaitu mahluk hayati
yang budayawi;
4. Makhluk ciptaan Tuhan yang terikat
dengan lingkungan (ekologi), mempunyai kualitas dan martabat karena
kemampuan bekerja dan berkarya.
Kaitan
Manusia Dan Kebudayaan
ü Eksternalisasi , proses
dimanamanusia mengekspresikan dirinyadengan membangun dunianya;
ü Obyektivasi , proses dimanamasyarakat menjadi realitas obyektif,yaitu suatu kenyataan yang
terpisahdari manusia dan berhadapan denganmanusia;
ü
Internalisasi , proses dimanamasyarakat disergap kembali
olehmanusia. Maksudnya bahwa manusiamempelajari kembali masyarakatnyasendiri
agar dia dapat hidup dengan.
C.
Kepribadian Bangsa Timur
Kepribadian bangsa timur sangat identik dengan
benua Asia khususnya Indonesia. Kepribadian bangsa timur identik menjunjung nilai kesopanan
yang lebih tinggi dibanding budaya barat. Selain itu, kepribadian bangsa timur khususnya
Indonesia juga lebih terbuka dan ramah tamah terhadap bangsa atau negara lain.
Bangsa timur juga amat peduli dengan orang lain hal ini dibuktikan dengan
adanya sikap saling tolong menolong dengan sesama dan bergotong royong. Dan
kebanyakan masyarakatnya lebih agamis. Ini sangat berbeda dengan kepribadian bangsa barat yang
bersifat liberal serta lebih individualis dan egois dalam kehidupan
bermasyarakat.
Sumber ; warta warga
D. PengertianKebudayaan
Ø Menurut E.B. Taylor (1871) ;Kebudayaan adalah kompleks yangmencakup
pengetahuan, kepercayaan,kesenian, moral, hukum, adat istiadat,dan kemampuan–
kemampuan lainserta kebiasaan yang didapat olehmanusia sebagai anggota
masyarakat;
Ø Menurut Selo Sumarjan dan Soelaeman
Soemardi
merumuskankebudayaan sebagai semua hasilkarya, rasa
dan cipta masyarakat;
Ø Menurut Sutan
Takdir Alisyahbana ; Kebudayaan adalahmanifestasi
dari cara berpikir.
E. Unsur-
Unsur Kebudayaan
ü Menurut Melville J. Herkovits mengajukan pendapatnya tentang unsur kebudayaan
adalah terdiri dari 4 unsur yaitu : alat teknologi, sistem
ekonomi,keluarga dan kekuatan politik;
ü Menurut Bronislaw Malinowski unsur kebudayaan terdiri dari sistemnorma,
organisasi ekonomi, alat-alatatau lembaga
ataupun petugas pendidikan dan organisasi kekuatan;
ü Menurut C. Kluckhon ada tujuhunsur kebudayaan universal yaitu :
1. Sistem
religi;
2. Sistem
organisasi kemasyarakatan;
3. Sistem pengetahuan;
4. Sistem mata
pencaharian hidup dansistem ekonomi;
5. Sistem teknologi dan peralatan;
6. Bahasa;
7. Kesenian.
F. Wujud Kebudayaan
Menurut dimensi wujudnya,kebudayaan
mempunyai tiga wujudyaitu :
ü Kompleks gagasan,konsep, dan pikiran manusia;
ü Kompleks aktivitas;
ü Wujud sebagai benda
G. Orientasi Nilai Budaya
Kluckhohn
dalam Pelly (1994) mengemukakan
bahwa nilai budaya merupakan sebuah
konsep beruanglingkup luas yang hidup dalam
alam fikiran sebahagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang
paling berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling
berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya.
Secara
fungsional sistem nilai ini mendorong
individu untuk berperilaku seperti apa yang
ditentukan. Mereka percaya, bahwa hanya
dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam
Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara
emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan
hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia
tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai tersebut merupakan
wujud ideal dari lingkungan sosialnya.
Dapat pula dikatakan bahwa sistem
nilai budaya suatu masyarakat
merupakan wujud konsepsional dari
kebudayaan mereka, yang seolah – olah berada diluar dan di atas para individu
warga masyarakat itu.
Ada lima
masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan
secara universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok
tersebut adalah:
(1) masalah
hakekat hidup,
(2) hakekat
kerja atau karya manusia,
(3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan
waktu,
(4) hakekat hubungan manusia dengan alam
sekitar, dan
(5) hakekat dari hubungan manusia dengan
manusia sesamanya.
Berbagai
kebudayaan mengkonsepsikan masalah
universal ini dengan berbagai variasi
yang berbeda – beda, Seperti ;
Ø masalah
pertama, yaitu mengenai hakekat hidup manusia. Dalam banyak
kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu
buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha
untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan nirwana,
dan mengenyampingkan segala
tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali
(samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti ini
sangat mempengaruhi wawasan dan makna
kehidupan itu secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang
berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda
ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka.
Ø Masalah kedua
mengenai hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang
memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup (survive)
semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga
yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun,
ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini
berorientasi kepada prestasi bukan kepada status.
Ø Masalah
ketiga mengenai orientasi manusia terhadap waktu. Ada budaya yang memandang
penting masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai focus usaha
dalam perjuangannya. Sebaliknya ada yang jauh melihat kedepan. Pandangan yang
berbeda dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup
masyarakatnya.
Ø Masalah
keempat berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang
percaya bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada
yang menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai
manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan
dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas
masyarakatnya.
Ø Masalah
kelima menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini
tampak dalam bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan
dan bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar
individu, cenderung untuk mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian
seperti terlihat dalam masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya
kebudayaan yang menekankan hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan
orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini
banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan
ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti
permasalahan disini seperti yang dikemukakan oleh Manan dalam Pelly (1994)
adalah siapa yang harus mengambil keputusan. Sebaiknya dalam system hubungan
vertical keputusan dibuat oleh atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi
dalam masyarakat yang mementingkan kemandirian
individual, maka keputusan dibuat dan diarahkan kepada masing –
masing individu.
Pola
orientasi nilai budaya yang hitam putih tersebut di atas merupakan pola yang
ideal untuk masing – masing pihak. Dalam kenyataannya terdapat nuansa atau
variasi antara kedua pola yang ekstrim
itu yang dapat disebut sebagai pola transisional.
Sumber ; http://wirasaputra.wordpress.com/
H. perubahan kebudayaan
adalah suatu keadaan dalam masyarakat yang terjadi
karena ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda
sehingga tercapai keadaan yang tidak serasi fungsinya bagi kehidupan.
Contoh
:
Masuknya
mekanisme pertanian mengakibatkan hilangnya beberapa jenis teknik pertanian
tradisional seperti teknik menumbuk padi dilesung diganti oleh teknik “Huller”
di pabrik penggilingan padi. Peranan buruh tani sebagai penumbuk padi jadi
kehilangan pekerjaan.
Semua
terjadi karena adanya salah satu atau beberapa unsur budaya yang tidak
berfungsi lagi, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan didalam masyarakat.
Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian yaitu : kesenian, ilmu
pengetahuan, teknologi dan filsafat bahkan perubahan dalam bentuk juga
aturan-aturan organisasi social. Perubahan kebudayaan akan berjalan terus-menerus
tergantung dari dinamika masyarakatnya.
Ada
faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perubahan kebudayaan yaitu:
a.
v Adanya
unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi mudah berubah, terutama
unsur-unsur teknologi dan ekonomi ( kebudayaan
material).
v Adanya
individu-individu yang mudah menerima unsure-unsur perubahan kebudayaan,
terutama generasi muda.
v Adanya
faktor adaptasi dengan lingkungan alam yang mudah berubah.
- Menghambat
perubahan kebudayaan
v Adanya
unsur-unsur kebudayaan yang memiliki potensi sukar berubah
seperti :adat istiadat dan keyakinan agama ( kebudayaan
non material)
v Adanya
individu-individu yang sukar menerima unsure-unsur perubahan terutama generasi
tu yang kolot.
v Ada
juga faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya perubahan kebudayaan :
1. Faktor
intern
ü Perubahan
Demografis ; Perubahan
demografis disuatu daerah biasanya cenderung terus bertambah, akan mengakibatkan
terjadinya perubahan diberbagai sektor kehidupan, c/o: bidang perekonomian,
pertambahan penduduk akan mempengaruhi persedian kebutuhan pangan, sandang, dan
papan.
ü Konflik
social ; Konflik
social dapat mempengaruhi terjadinya perubahan kebudayaan dalam suatu
masyarakat. c/o: konflik kepentingan antara kaum pendatang dengan penduduk
setempat didaerah transmigrasi, untuk mengatasinya pemerintah mengikutsertakan
penduduk setempat dalam program pembangunan bersama-sama para transmigran.
ü Bencana
alam ; Bencana alam yang
menimpa masyarakat dapat mempngaruhi perubahan c/o; bencana banjir, longsor,
letusan gunung berapi masyarkat akan dievakuasi dan dipindahkan ketempat yang
baru, disanalah mereka harus beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan budaya
setempat sehingga terjadi proses asimilasi maupun akulturasi.
ü Perubahan lingkungan alam ; Perubahan
lingkungan ada beberapa faktor misalnya pendangkalan muara sungai yang
membentuk delta, rusaknya hutan karena erosi atau perubahan iklim sehingga
membentuk tegalan. Perubahan demikian dapat mengubah kebudayaan hal ini
disebabkan karena kebudayaan mempunyai daya adaptasi dengan lingkungan setempat.
2. Faktor
Eksternal
ü Perdagangan ; Indonesia terletak
pada jalur perdagangan Asia Timur denga India, Timur Tengah bahkan Eropa Barat.
Itulah sebabnya Indonesia sebagai persinggahan pedagang-pedagang besar selain
berdagang mereka juga memperkenalkan budaya mereka pada masyarakat setempat
sehingga terjadilah perubahan budaya dengan percampuran budaya yang ada.
ü Penyebaran
agama ; Masuknya unsur-unsur
agama Hindhu dari India atau budaya Arab bersamaan proses penyebaran agama
Hindhu dan Islam ke Indonesia demikian pula masuknya unsur-unsur budaya barat
melalui proses penyebaran agama Kristen dan kolonialisme.
ü Peperangan ; Kedatangan
bangsa Barat ke Indonesia umumnya menimbulkan perlawanan keras dalam bentuk
peperangan, dalam suasana tersebut ikut masuk pula unsure-unsur budaya bangsa
asing ke Indonesia.
I. KAITAN MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
v Hubungan manusia dan kebudayaan
Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang
sangat erat berkaitan satu sama lain. Manusia di alam dunia inimemegang peranan
yang unik, dan dapat dipandang dari berbagai segi. Dalam ilmu sosial manusia
merupakan makhluk yang ingin memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan
setiap kegiatan sering disebut homo economicus (ilmu ekonomi). Manusia
merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri (sosialofi), Makhluk
yang selalu ingin mempunyai kekuasaan (politik), makhluk yan g berbudaya dan
lain sebagainya.
v Contoh hubungan manusia dan kebudayaan
Secara sederhana hubungan antara manusia dan
kebudayaan adalah : manusia sebagai perilaku kebudayaan, dan kebudayaan
merupakan obyek yang dilaksanakan manusia. Tetapi apakah sesederhana itu hubungan
keduanya? Dalam sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai
sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya
merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, clan setclah
kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar sesuai
dcngannya. Tampak baliwa keduanya akhimya merupakan satu kesatuan. Contoh
sederhana yang dapat kita lihat adalah hubungan antara manusia dengan
peraturan - peraturan
kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya hams patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang membuatnya.Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)
kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi maka manusia yang membuatnya hams patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang dari kemauan manusia yang membuatnya.Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam terjemahan M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)
Manusia dan kebudayaan, atau manusia dan
masyarakat, oleh karena itu mempunyai hubungan keterkaitan yang erat satu sama
lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak dapat lagi membedakan mana yang
lebih awal muncul manusia atau kebudayaan. Analisa terhadap keberadaan keduanya
hams menyertakan pembatasan masalah dan waktu agar penganalisaan dapat
dilakukan dengan lebih cermat.
v Pengertian Dialektis
Dialektika disini berasal dari dialog
komunikasi sehari-hari. Ada pendapat dilontarkan ke hadapan publik. Kemudian
muncul tentangan terhadap pendapat tersebut. Kedua posisi yang saling
bertentangan ini didamaikan dengan sebuah pendapat yang lebih lengkap. Dari
fenomen dialog ini dapat dilihat tiga tahap yakni tesis, antitesis dan
sintesis. Tesis disini dimaksudkan sebagai pendapat awal tersebut. Antitesis
yakni lawan atau oposisinya. Sedangkan Sintesis merupakan pendamaian dari
keduanya baik tesis dan antitesis. Dalam sintesis ini terjadi peniadaan dan
pembatalan baik itu tesis dan antitesis. Keduanya menjadi tidak berlaku lagi.
Dapat dikatakan pula, kedua hal tersebut disimpan dan diangkat ke taraf yang
lebih tinggi. Tentunya kebenaran baik dalam tesis dan antitesis masih
dipertahankan. Dalam kacamata Hegel, proses ini disebut
sebagai aufgehoben.
Bentuk triadik dari dialektika Hegel yakni
tesis-antitesis-sintesis berangkat dari pemikir-pemikir sebelum Hegel. Antinomi
Kantian akan numena dan fenomena menimbulkan oposisi yang
tidak terselesaikan. Kemudian Fichte dengan metode ”Teori
Pengetahuan”-nya tetap memunculkan pertentangan walaupun sudah melampaui
sedikit apa yang dijabarkan oleh Kant.
Dialektika sendiri sudah dikenal dalam
pemikiran Fichte. Bagi Fichte, seluruh isi dunia adalah sama dengan isi
kesadaran. Seluruh dunia itu diturunkan dari suatu asas yang tertinggi dengan
cara sebagai berikut: ”Aku” meng-ia-kan dirinya (tesis), yang mengakibatkan
adanya ”non-Aku” yang menghadapi ”Aku”. ”non Aku” inilah antitesis. Kemudian
sintesisnya adalah keduanya tidak lagi saling mengucilkan, artinya: kebenaran
keduanya itu dibatasi, atau berlakunya keduanya itu dibatasi. ”Aku” menempatkan
”non-Aku yang dapat dibagi-bagi” berhadapan dengan ”Aku yang dapat
dibagi-bagi”.
Dalam sistem filsafatnya, Hegel
menyempurnakan Fichte. Hegel memperdalam pengertian sintesis. Di dalam
sintesis baik tesis maupun antitesis bukan dibatasi (seperti pandangan
Fichte), melainkan aufgehoben. Kata Jerman ini mengandung tiga arti,
yaitu: a) mengesampingkan, b) merawat, menyimpan, jadi tidak ditiadakan, melainkan
dirawat dalam suatu kesatuan yang lebih tinggi dan dipelihara, c) ditempatkan
pada dataran yang lebih tinggi, dimana keduanya (tesis dan antitesis) tidak
lagi berfungsi sebagai lawan yang saling mengucilkan. Tesis mengandung di dalam
dirinya unsur positif dan negatif. Hanya saja di dalam tesis unsur positif ini
lebih besar. Sebaliknya, antitesis memiliki unsur negatif yang lebih besar.
Dalam sintesislah kedua unsur yang dimiliki tesis dan antitesis disatukan
menjadi sebuah kesatuan yang lebih tinggi.
Dialektika juga dimaksudkan sebagai cara
berpikir untuk memperoleh penyatuan (sintesis) dari dua hal yang saling
bertentangan (tesis versus antitesis). Dengan term aufgehoben, konsep
”ada” (tesis) dan konsep ”tidak ada” (antitesis) mendapatkan bentuk penyatuannya
dalam konsep ”menjadi” (sintesis). Di dalam konsep ”menjadi”, terdapat konsep
”ada” dan ”tidak ada” sehingga konsep ”ada” atau ”tidak ada” dinyatakan batal
atau ditiadakan.
Dialektika menjadi sebuah perkembangan Yang
Absolut untuk bertemu dengan dirinya sendiri. Ide yang Absolut merupakan hasil
perkembangan. Konsep-konsep dan ide-ide bukanlah bayangan yang kaku melainkan
mengalir. Metode dialektika menjadi sebuah gerak untuk menciptakan kebaruan dan
perlawanan. Dengan tiga tahap yakni tesis, antitesis dan sintesis setiap
ide-ide, konsep-konsep (tesis) berubah menjadi lawannya (antitesis).
Pertentangan ini ”diangkat” dalam satu tingkat yang lebih tinggi dan
menghasilkan sintesis. Hal baru ini (sintesis) kemudian menjadi tesis yang
menimbulkan antitesis lagi lalu sintesis lagi. Proses gerak yang dinamis ini
sampai akhirnya melahirkan suatu universalitas dari gejala-gejala. Itulah Yang
Absolut yang disebut Roh dalam filsafat Hegel.
Bagi Hegel, unsur pertentangan (antitesis)
tidak muncul setelah kita merefleksikannya tetapi pertentangan tersebut sudah
ada dalam perkara itu sendiri. Tiap tesis sudah memuat antitesis di dalamnya.
Antitesis terdapat di dalam tesis itu sendiri karena keduanya merupakan ide
yang berhubungan dengan hal yang lebih tinggi. Keduanya diangkat dan ditiadakan
(aufgehoben) dalam sintesis.
Kenyataan menjadi dua unsur
bertentangan namun muncul serentak. Hal ini tidak dapat diterima
oleh Verstandyang bekerja berdasakan skema-skema yang ada dalam menangani
hal-hal yang khusus. Vernunft-lah yang dapat memahami hal
ini. Vernunft melihat realitas dalam totalitasnya dan sanggup membuat
sintesis dari hal-hal yang bertentangan. Identifikasi sebagai realitas total
menjadi cara kerja Vernunft yang mengikuti prinsip dialektika.
Secara umum dapat kita lihat bahwa dialektika
Hegel memiliki tiga aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, sistem dialektika
ini berbentuk tripleks atau triadik. Kedua, dialektika ini bersifat ontologis
sebagai sebuah konsep. Aplikasinya adalah terhadap benda dan benduk dari ada dan
tidak sebatas pada konsep. Ketiga, dialektika Hegel memiliki tujuan akhir
(telos) di dalam konsep abstrak yang disebut Hegel sebagai Idea atau Idea
Absolut dan konkretnya pada Roh Absolut atau Roh (Spirit, Geist).
Terdapat tiga elemen esensial akan dialektika
Hegel. Pertama, berpikir itu memikirkan dalam dirinya untuk dan oleh dirinya
sendiri. Kedua, dialektika merupakan hasil berpikir terus menerus akan
kontradiksi. Ketiga, kesatuan kepastian akan kontradiksi tersublimasi di dalam
kesatuan. Itulah kodrat akan dirinya dialektika itu sendiri.
v 3 tahap proses
dialektis
Proses dialektis ini tercipta melalui tiga
tahap yaitu :
1 Ekstemalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
1 Ekstemalisasi, yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
2. Obyektivasi,
yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan
yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian
masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk
perilaku manusia.
3. Intemalisasi,
yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa
manusia mempelajari kembali masyarakamya sendiri agar dia dapat hidup dengan
.baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar